METALIK Taklukan Gle Raja
Malam itu berangkatlah sembilan orang dari Tim Metalik Fakultas Ekonomi Unsyiah, dengan diantar oleh beberapa orang menggunakan sepeda motor, dari titik awal sekretariat Metalik menuju tujuan pendakian yaitu Gunung Gle Raja. Suasana dinginnya suhu dan kabut yang membentengi rute tidak menjadi kendala terhadap Tim untuk menempuh tujuan tersebut, faktor niat dan semangat yang tak mau takabur menjadi alasan utama pembentuk mental yang stabil sebagai modal awal pada pendakian mendatang. Satu visi yang diusung, pada kegiatan Pendakian yang berlangsung sejak 26 oktober sampai 3 November 2013 yaitu mengulang kesuksesan dan pencapaian titik akhir dengan Penemuan Triangulasinya. Metalik sudah pernah melakukan 4 Pendakian sebelumnya menuju kawasan Pegunungan Gle Raja, yaitu pada Tahun 1991, 1994 dan 1998 serta tahun 2010, dengan jalur pendakian yang berbeda.
Perjalanan dan kisah pendakian ini pun bermula. Suara gemuruh aliran air sungai Krueng Tateuk, menjadi fenomena yang bersahabat dan melahirkan berbagai pujian kekaguman direlung hati, ini bukti bahwa masih alami dan murninya air di sepanjang kawasan sungai ini sehingga pantaslah ada ungkapan yang menyatakan “Hidup disini, berarti jauh dari sakit”. Terlihat juga beberapa sumber pipa air bersih yang dibuat oleh instansi pengairan di wilayah ini yang besar dan panjangnya menjadi alasan utama betapa diperlukannya sumber air bersih oleh warga masyarakat yang hidup diwilayah yang dialiri oleh sungai ini.
………………………………………………………………………………….
Gle Raja, merupakan sebuah pegunungan Skunder dengan Triangulasi Tertier yang terletak di Belantara Pegunungan Aceh Besar, Provinsi Aceh. Dengan kode triangulasi T.3330. Dan memiliki ketinggian 1.658 MDPL . Gle Raja juga memiliki keunikan tersendiri dalam hal medan tempuhnya, berbagai variasi medan tempuh kita jumpai disini, mulai dari Hutan Basah, perdu, bebatuan keras yang menjadi tangga batu, batu tajam (razord stone) berbentuk tebing cadas yang melindungi keaslian dari perusakan tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, bahkan sampai pada banyaknya pepohonan pendukung konservasi alami, sehingga sangatlah wajar jika dalam perjalanan ini nantinya tim akan menjumpai spesies hewan melata seperti ular pada beragam jenis pepohonan yang menjadikannya sebagai tempat hunian dan lubang-lubang di tanah serta goa-goa batu sebagai tempat menunggu mangsanya pada kategori predator agresif tingkat 3 (Pt-3 Level).
Legenda yang menjadi buah bibir selama ini pada kalangan sejarawan Aceh, Nasional dan Dunia Internasional tentang bekas peninggalan kerajaan Aceh terdahulu yang terletak di Kawasan Pegunungan Gle Raja pun semakin giat diangkat pada berbagai bentuk Seminar, Pembahasan Bekas-bekas Peninggalan Benda-benda bersejarah lainnya pun tak mau ketinggalan diangkat menjadi landasan pemikiran akan terkuaknya tabir “Kerajaan Aceh”. Bahkan menurut sumber-sumber sejarawan Aceh yang giat mencari dan menulis tentang Kerajaan Aceh, Gle Raja merupakan tempat dimana Laskar-laskar perjuangan Aceh mengamati serangan musuh dari 3 tempat (mercusuar) yaitu: Krueng Raya, Daya (Lamno), Ulee Lheue.
Sumber keanekaragaman hayati pun, tak kalah menarik dengan fenomenal issue satwa dan sejarahnya. Beberapa kawasan pun menjadi tempat hidupnya berbagai Lingkungan Hayati dan Botaninya. Angka-angka yang terhimpun dari GPS melalui koordinat lengkapnya, menjadi arsip berharga bagi tim pendakian untuk dijadikan arsip dan pemetaan lingkungan hayati yang menjadi sumber dan habitat berkumpulnya berbagai satwa liar dan Predator serta satwa lemah yang kerapkali menjadi mangsa buat kalangan Liar dan Predator aktif. Tempat-tempat yang terlewati oleh rute perjalanan pun menjadi berbagai kawasan tempat mencari makanan, hunian, persinggahan bahkan tempat berburu untuk spesies yang menjadi ikon penguasa pada lingkungan dan habitat dimaksud.
Perjalanan pun semakin menarik sejak hari pertama dimulai, ketika titik awal perjalanan dimulai sejak menyeberang bendungan Krueng Tateuk, menuju punggungan pertama, punggungan Lamjame-Lam Krak menjadi tantangan awal semangat dan mental tim diuji. Tak mudah melewatinya, hal ini terbukti dengan adanya ujian alam dengan harus menyeberang hulu atas Krueng Tateuk. Proses menyeberang sungai dilakukan sampai 8 kali, dengan medan dan rute serta panjang yang selalu berbeda dan mengalami variasi medan yang berbeda. Keuntungan psikologis dari variasi medan yang kami lalui dihari pertama, justru memberi sisi positif dari penempatan titik akhir (finish) untuk camp hari pertama, terbukti waktu untuk pencapaian target pemberhentian pendakian selama dalam komitmen tim tercapai pada pukul 17.00 WIB untuk menyelesaikannya dengan pencapaian maksimal. Tempat yang menjadi Camp I, dan sudah berada di puncak punggungan Lamgeu Tuha.
Suara kicauan burung tepat berada di sela siluet matahari pagi, di antara pepohonan yang menjadi “penghuni” pegunungan ini, semakin menjelaskan betapa keseimbangan kehidupan dan mutualisme terjadi disini. Keanekaragaman hayati, seismo ethnic ekosistem, vlet compleks batu dan tanah, menjadi alasan utama tentang kenapa ini semua berjalan tanpa kepincangan disini. Semua unsur kehidupan saling ketergantungan dalam melestarikan dan membentuk kehidupan baru bagi seluruh spesies fauna dan flora pengisi ekosistem disini. Suasana pagi hari yang indah, tak tergantikan dengan suasana dan tempat yang lain. Penandaan (dugaan) awal tentang adanya tempat yang menjadi ajang “pertempuran” predator dan mangsanya, terdapat pada titik yang terlewati tim, dengan ditemukannya satu tanduk rusa sebelah kanan yang tergeletak di salah satu tanjakan menuju kuntur “tangga batu”. Tanduk rusa yang terlepas tadi, kemudian menjadi pembahasan menarik tim dimalam itu, ketika beristirahat dan bercerita menjelang kisah kegiatan indah hari ini ditutup.
Berbagai kawasan Hutan Topis menjadi pemandangan indah nan eksotis di perjalanan yang terlewati, sebelum Tim menempuh jalur bebatuan keras, tangga batu, bahkan sampai kepada batu dengan kategori endemik (Razord Stone) yang sangat cadas, sehingga dengan dasar itulah kawasan Pegunungan Gle Raja dikatakan sebagai kawasan Karst. Kriteria-kriteria pembentuk Karst tercermin melalui keaslian bebatuannya dan pendukung asli kawasannya yang “terselimuti” gagah oleh banyaknya bebatuan alam dan lubang gua yang dijumpai disepanjang perjalanan. Juga ada dijumpai dalam perjalanan dikawasan “bentangan” dinding batu ini, batu yang bersuara seperti gendang jika ditabuh secara dinamis. Kawasan hutan tropis basah dan magestic menjadi andalan dalam pemenuhan sumber makanan dan pelestarian kawasan karst itu sendiri. Tak ayal, jika kondisi tidur tim dimalam itu berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Tidur dikawasan karst, di jejali medan batu cadas dan mengandalkan “hammock” sebagai media peristirahatan yang tepat dan bersahabat. Rute pendakian dari berbagai variasi ini terlewati sepanjang hari, mulai hari perjalanan kedua sampai pada hari ke tujuh sebelum mencapai puncak Gle Raja.
Hari yang menjadi puncak dari penantian itu pun tiba, hari ketujuh perjalanan pendakian. Tepatnya hari jum’at, 1 November 2013. Tim menginjakkan kakinya dengan selamat di triangulasi tertinggi di Gle Raja (T. 3330) dengan ketinggian 1.658 MDPL dengan titik koordinat N05° 22’30,8” dan E095°19’56,4” pukul 11.40 WIB. Tim yang beranggotakan 9 orang tersebut telah berhasil menambah perbendaharaan kesuksesan pendakian berikutnya kepada Metalik. Prosesi sampainya kepuncak dilakukan dengan ungkapan perasaan syukur kepada Allah SWT, dengan mengumandangkan azan dan perasaan syukur dengan tidak ingin menjadikan “pribadi” yang membesarkan perasaan bangga terlalu berlebihan dan profesionalitas “tim” ingin selalu berjalan dengan maksimal dan memulai kemapanan yang selalu diharapkan oleh seluruh Keluarga Besar Metalik. Semoga tetap berjaya dan menancapkan supremasi tertinggi dengan pencapaian yang sempurna, teruslah berjaya dan raihlah selalu yang pantas Engkau dapatkan!.
Keberhasilan yang diperoleh Tim Metalik ini menjelaskan kepada semua kalangan bahwa kesuksesan merupakan hasil akhir dari perjalanan yang maksimal. Tentunya setelah melewati dan menjalani proses yang ideal dari berbagai perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal inipun tidak terlepas dari peran serta (pro-aktif) seluruh anggota keluarga Besar Metalik, semangat dan dukungan yang diberikan selalu menjadi “tradisi” positif dengan “energi” pemicu kesuksesan yang tak ternilai harganya. Semoga tulisan ini, menjadi secuil dedikasi yang bernilai, walau tak sebanding dengan yang lain dan apa yang telah diberikannya.
………………………………………………………………………………….
Gle Raja, meninggalkan kesan yang tak terkira indahnya. Ekstrimnya perjalanan menjadi cerita tersendiri untuk diambil hikmahnya. Banyak perasaan yang tak pernah dapat tertulis rapi dan tercerita dengan baik. Setidaknya, ini semua menjadi pelajaran berharga untuk menilai kemampuan dan mengevaluasi sikap yang menyiratkan beribu makna dan sarat hikmah untuk menjadikan segala sesuatu bernilai dan teraplikasi dengan baik pada semua lingkungan dan unsur kehidupan.
Gle Raja, kokoh dan perkasanya engkau memberikan makna yang tak pernah ada kesamaan dengan apa yang banyak insan pikirkan. Seakan tak pernah menceritakan apa yang seharusnya menjadi harapan, terhadap setiap orang yang pernah mengunjungimu. Gle Raja, pantaslah engkau mendapatkan anugerah atas pemberian nama itu. Sungguh engkau seperti penguasa rimba belantara yang terbentang luas dan indah di antara panjangnya pegunungan “penjagamu”. Sekaligus tak berlebihan, jika engkau menjadi “guru” pembentuk pribadi yang baik dan rendah hati. []
Penulis : TM. Naomi